Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 30 April 2016

Sekolah Minggu

AWAL MULA SEKOLAH MINGGU
            
            Pendirian Sekolah Minggu perlu diletakkan dalam konteks permulaan Revolusi Industri di Inggris pada abad ke- 18. Pada waktu itu ada begitu banyak penemuan yang memperbanyak reproduksi dengan menggantikan tenaga manusia dan hewan dengan mesin uap. Tetapi hasil sampingannya, perubahan itu cenderung meningkatkan kemiskinan di Inggris, karena keluarga dari daerah-daerah pertanian berduyun-duyun masuk ke kota untuk bekerja dalam pabrik-pabrik. Upahnya sangat rendah, sehingga tindak kejahatan “ringan” dan berat bertambah. Alhasil, penjara-penjara pun dipenuhi dengan orang malang, sementara sistem pengadilan yang ada tidak memperdayakan sebab-musabab orang miskin jatuh ke dalam kejahatan.
            Robert Raikes, seorang penerbit dari Gloucester, Inggris, sering kali melawat narapidana di penjara dan mengarang artikel yang menggambarkan keadaan mereka yang menyedihkan. Lambat-laun ia menarik kesimpulan bahwa dengan perkunjungan saja akhlak orang dewasa tidak akan diperbaiki; oleh karena itu, proyek memperhatikan akhlak perlu dimulai dikalangan angkatan muda. Lalu, dengan pertolongan Pendeta Stock ia mendirikan Sekolah Minggu bagi anak-anak miskin yang bekerja di pabrik selama enam hari dalam seminggu. Hasilnya memuaskan, sehingga ia melaporkannya dalam surat kabarnya. Dari permulaan yang sederhana itu gagasan Sekolah Minggu disambut baik oleh banyak warga awam yang merasa sayang pada anak-anak yang akan jatuh ke dalam kejahatan kalau mereka tidak menerima bimbingan dalam iman Kristen dan dalam keterampilan membaca dan menulis. Boleh dikatakan bahwa Raikes berhasil mempertemukan waktu yang peka itu dengan gagasannya cocok dengan kebutuhan keadaan.
            Raikes sendiri bukanlah pemikir yang berteori tentang asas pendidikan. Ia seorang praktisi yang melihat penyakit sosial yang mengancam kewarasan masyarakat dan memprakarsai tindakan yang dapat mengatasi sebagian dari masalah tersebut.
            Walaupun sejumlah awam dan pendeta melibatkan diri dalam urusan Sekolah Minggu, namun pemimpin Gereja Inggris dan para penguasa merasa diri terancam oleh prakarsa untuk mendidik anak rakyat jelata. Kalau anak-anak ini sudah mampu membaca dan menulis, maka mereka akan tidak puas dengan penindasan yang merka alami setiap hari. Wakil kedua golongan ini pernah mendorong Perdana Mentri Pitt untuk mempersiapkan perundang-undangan yang akan melarang penyelenggaraan Sekolah Minggu beserta pendirian sekolah baru. Untunglah usaha ini gagal dan Sekolah Minggu menerima dukungan dari raja dan ratu Inggris sendiri.
            Raiekes sendiri tidak jarang mengambil bagian langsung dalam Sekolah Minggu. Ia mengunjungi sekolah dan kadang-kadang mengajar anak-anak dengan alat peraga dan dengan mengajukan pertanyaan yang memupuk pemikiran anak.
            Anak didik Sekolah Minggu pertama didik oleh seorang ibu di rumahnya. Raikes sendirilah yang membayar gajinya. Kurikulumnya terdidi atas pengetahuan Alkitab, pelajaran katekismus dan keterampilan membaca, menulis serta menghitung dalam taraf sederhana. Tetapi sebelum usaha mengajar itu dapat berbuah baik, anak-anak yang kebanyakan berakhlak buruk perlu belahar swadisiplin lebih dahulu. Kebaktian yang berlangsung di gedung gereja adalah bagian integral dari pengalaman belajar itu.
            Pada masa awal Sekolah Minggu para guru sendirilah yang menyediakan sumber-sumber pelajarannya, tetapi sesudah banyak Sekolah Minggu didirikan, buku pelajaran pun diterbitkan. Buku yang paling populer berjudul, Sahabat Bagi Anak Sekolah Minggu, yang berisi 120 lembar. Bagian pertama terdiri dari abjad, daftar kata dan kalimat pendek, seperti “Allah adalah Kasih”, “Tuhan semesta alam nama-Nya’. Kebanyakan isinya diambil dari Alkitab, yang mendidik anak bertindak bertanggung jawab kepada Tuhan dan sesamanya, dan tentunya sejarah penebusan umat manusia pun tidak dilalaikan. Di samping itu, terdapat sejumlah peribahasa yang berasal dari kebudayaan setempat.
            Pengunjung Sekolah Minggu terkesan dengan perubahan yang terjadi dalam diri anak didik. John Wesley mencatat betapa indahnya suara anak Sekolah Minggu tatkala mereka menyanyi bersama.
            Pada hari raya para pemimpin dan dermawan Sekolah Minggu tidak hanya melakukan perjamuan bagi anak didik, tetapi mereka juga melayani meja. Perjamuan ini, di samping memberi pengalaman baru kepada anak dan para pemimpin dan dermawan, juga kesempatan bagi mereka yang menyampaikan perasaannya kepada anak bahwa mereka berharga. Alhasil, swacitranya semakin positif. Mereka tidak lagi melihat dirinya sebagai endapan masyarakat yang tidak berharga.
            Ada tidak sifat utama dari gerakan Sekolah Minggu yang semula: pada pokoknya, Sekolah Minggu adalah gerakan kaum awam, meskipun gereja sebagai pribadi juga terlibat. Kedua, organisasinya cenderung hidup diluar struktur formal gereja. Dan ketiga, orang-orang yang terlibat didalamnya lebih menitikberatkan pelayanan mendidik anak daripada sinodenya. Dengan kata lain, gerakan Sekolah Minggu bersifat oikumenis, sebelum istilah itu dipakai secara umum di antara gereja-gereja.
            Sekolah Minggu bertumbuh pesat karena telah memenuhi kebutuhan mendasar yang tidak dipenuhi oleh gerja formal. Pada waktu Raikes meninggal, jumlah anak didik Sekolah Minggu di Inggris saja sudah melebihi 400.000 orang.
            Gagasan baik itu segera dibawa ke Amerika: Di sana pada tahun 1790 empat orang dari empat gereja yang sangat berbeda mendirikan Perserikatan Hari Pertama di kota Philadelphia. Sukses di Amerika ini lebih gemilang lagi.
            Untuk Sekolah Minggu pertama, bahan pelajaran cenderung berasal dari Inggris meskipun keadaan di Amerika jauh berbeda, khususnya karena di Inggris Sekolah Minggu melayani anak-anak yang menjadi korban Revolusi Industri, sedangkan di Amerika kebanyakan anak yang berasal dari kebudayaan daerah pertanian. Pada zaman tatkala jumlah besar penghuni pesisir daerah timur menyebrangi pegunungan Appalachian untuk menduduki bagian tengah Amerika, Sekolah Minggu menjadi salah satu lembaga utama yang turut melayani kebutuhan rohani dan naluri padara pendatang itu. Perserikatan Hari Pertama Amerika didirikan pada tahun 1830 dan bersemboyong mendirikan satu Sekolah Minggu dalam setiap pelosok di daerh “Lembah Mississippi”.
            Orang yang terlibat dalam Gerakan Sekolah Minggu itu memiliki semangat yang besar. Mereka sedang mengambil bagian dalam pelayanan yang mutlak penting. Mereka mendeirikan Sekolah Minggu, menjual buku-buku dan tidak jarang Sekolah Minggu yang mereka dirikan bertumbuh menjadi jemaat. Karena mereka haus akan persekuatuan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan yang sama, maka Perserikatan Sekolah Minggu pun didirikan untuk setiap kabupaten, negara bagian dan untuk seluruh negeri. Masing-masing organisasi tersebut mengandalkan hasil-hasil dari sidang raya yang diadakan setahun sekali, dan sidang ini mendapat dukungan luar biasa. Di antara para pemimpin yang terlibat dalam sidang-sidang raya tersebut dapat disebutkan para pengusaha, walokota, gubernur, anggota DPR, bahkan presiden sendiri. Bahkan, Kongres pernah menghentikan pembicaraan untuk berbaris bersama dengan para utusan sidang raya nasional Sekolah Minggu.
            Semangat anak didik dan peserta Sekolah Minggu dipertinggi oleh nayanyian rohani yang dipakai. Mereka merasa diri sedang dalam gerakan yang bermakna, sehingga mereka ingin sekali untuk memuji Tuhan melalui musik. Banyak juga yang dipengaruhi oleh Kebangunan (Revivalism) yang amat kuat di Amerika Serikat pada abad ke- 19. Pemimpin Sekolah Minggu Amerika Serikat, sama seperti di Inggris, cenderung diambil dari kaum awam, karena gerakannnya sendiri bertumbuh diluar struktur formal gereja. Sama seperti di Inggris, gaya kerjanya pun bersifat oikumenis.
            Pada tahun 1872 sidang raya nasional mempelopori gagasan kurikulum Sekolah Minggu yang sama sekali baru, yaitu Seri Mata Pelajaran yang Seragam. Entah peserta didik adalah berumur enam tahun, atau peserta didik itu tinggal di kota atau di daerh pertanian, pada setiap hari minggu ia bersama dengann rekannya dari tempat yang jauh atau yang dekat akan memperlajari prikop yang sama dari Alkitab. Untuk pertama kalinya ada kesatuan dan keterlibatan dalam hal kurikulum Sekolah Minggu. Tiga tahun kemudian, sidang raya nasional itu diubah menjadi seidang raya internasional, karena ada juga seorang utusan dari Kanada. Sukses yang tidak sedikit dari Sekolah Minggu di Amerika pada abad pertamanya itu sangat ditentukan oleh kepemimpinan yang bersemangat yang hidup dalam diri seorang awam, bernama Benjamin Jacobs, meskipun ia lebih mengutamakan jumlah orang yang terlibat ketimbang penilaian kritis dari tolok ukur pedagogis dan terologis.
            Sejajar dengan prestasi gemilang Sekolah Minggu di Amerika harus pula dicatat ketiga kekurangannya: Sejak semula ia cenderung mngutamakan moralitas pribadi dan ketidak adilan sosial yang tampak dalam masyarakat; kedua, nilai-nilai daerah pertanian lebih berharga dai pada nilai-nilai kota; dan ketiga, teologi perseorangan dianggap lebih penting ketimbang teologi gereja, dalam arti Sekolah Minggu cenderung hidup berdampingan dengan gereja dari pada menjadi bagian integral dari gereja formal


SUMBER

ROBERT R. BOEHLKE. 2011. Sejarah Perkembangan Pendidikan Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: Gunung Mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar