Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 30 April 2016

MANUSIA MATI SEUTUHNYA : Pandangan Suku Toraja dan Alkitab

MANUSIA MATI SEUTUHNYA

I.                   POTRET MANUSIA TORAJA
            Sebelum melakukan pengkajian lebih mendalam lagi terkait tema yang akan dibahas, maka perlu kita mengetahui terlebih dahulu historis dan konteks masyarakat Toraja yang menajadi objek pembahasan. Untuk itu dalam poin ini, saya akan memaparkannya secara umum.
I.1.       Asal  Manusia Toraja
Berdasarkan sumber bacaan yang ada, ada beberapa persamaan dan perbedaan mengenai asal manusia Toraja. Saya tertarik dengan buku ‘Manusia Mati Seutuhnya’, yang ditulis Andarias Kabanga’, beliau memulainya dengan menelusuri karya sastra Toraja mengenai asal manusia yang sering disinggung oleh tominaa[1] dalam upacara merok[2], yaitu suatu upacara pengucapan syukur.[3] Kata – kata yang biasa diungkapkan adalah sebagai berikut:
Umbalianganmi batu ba’tangna Puang Matua lan
tangana langi’ sola Arrang Dibatu, umbi’bi’mi
karangan inaanna to Kaubanan sola Sulo Tarongko
Malia’ lan una’na to paonganan.

Digaragammi kurin-kurin batu bulaan tasak,
ditampami gusi malia’ nane’ tang karauan.
Dipabendanmi sauan sibarrung lan tangngana langi’
Dipatunannangmi suling pada dua lan masuanggana to Paonganan.
Dibolloan barra’mi bulaan matasak tama sauan sibarrung,
dibuka amborammi nane’ tang karauan tama suling pada dua.
Dadimi to sanda karua lanmai sauan sibarrung,
anakna sauan sibarrung takkomi to ganna’
bilanganna lanmi suling pada dua, bungsonna suling pada dua.

Didandan bulaanmi to sanda karua dio salianna sauan
sibarrung dibato’ batan-batanmi to ganna bilanganna
lanmai suling pada dua, bungsonna suling pada dua.

Kasallemi to sanda karua, lobo’ garaganna to ganna’
bilanganna. Apa nene’ta manna Datu Lauku’
Ma’rupa tau.

Pada umposangami sanganna to sanda karua,
Pada umpopa’gantimi pa’gantiananna to ganna’
bilanganna.

Disangami Datu Laukku’, diganti Datu baine,
Disangami Allo tiranda, nene’ne ipo.

Disangami laungku, nene’na kapa’ disangami Pong
pirik-pirik, nene’na uruan.

Disangami Menturiri, nene’na manuk, disangami
Manturiri, nene’na tedong.
Disangami Riako’, nene’na bassi,
Disangami Takkebuku, nene’na bo’bo’.

Artinya:
            Konon, berpikir-pikirlah Puang Matua bersama
            Arrang Dibatu di tengah langit, berangan-
            anganlah to Kaubanan bersama Sulo Tarongko
            Malia di Cakrawala.
            Dibentuklah emas menyerupai belanga,
            Ditempahlah lempengan berlian murni tanpa
            Campuran lain.
            Maka didirikanlah puputan kembar di tengah la-
ngit,
            Dibangunlah seruling kembar di tempat pelindung bumi.
            Maka dimasukkanlah emas tulen kedalam pupu-
tan kembar,
            Dihambur benihlah permata murni  ke dalam se-
ruling ganda.
Lahirlah delapan bersaudara dari puputan kem-
Bar, anak perempuan kembar, keluarlah (8 mak-
hluk) bilangan genap di samping seruling ganda yang keluar
dari seruling ganda.
Maka bertumbuhlah delapan bersaudara, semakin
besarlah (makhluk) bilangan genap mendapat
gelar.
Masing-masing delapan bersaudara memperoleh
namanya, tiap-tiap (makhluk) bilangan genap
mendapat gelar.
Leluhur manusia dinamai Datu Laukku’, digelar
Datu Baine,
Leluhur ipuh dinamai Pong Pirik-Pirik.
Leluhur kapas dinamai Laungku,
Leluhur hujan dinamai Pong Pirik-Pirik.
Leluhurnya ayam dinamai Menturiri, leluhur kerbau
dinamai Manturiri.
Maka leluhur besi dinamai Riako’, leluhurnya pada di-
namai Takkebuku.

Dalam mitologi Toraja, keturunan Datu Laukku’ adalah yang pertama kali turun ke bumi, namanya Puang Buralangi’.[4] Setelah mendiami bumi, dari keluarga Pong Mulatau, lahirlah Londong Dilangi’ dan Londong Dirura.[5] Tempat bermukimnya manusia dari langit tercebut adalah di Bambapuang.[6] Lama-kelamaan manusia yang berkembang di Rura menjadi semakin banyak.[7]
Gelar leluhur Toraja disebut dengan gelar To Manurun di langi To Bu’tu ri Uai na To sae dio mai Engkokna padang dengan silsilah:
           Puang Bura Langi
           Kombong di Bura
            Pong Mula Tau
             Sanda Bilik
          Londong di Rura
          Sa’pang ri Bamban
         Londong di Langi’
      Tumba’ Rangga Tana
            Bobong Bulaan
       Salampe’ Manikna



I.2.       Konsep Kematian Manusia Toraja
Menurut konsep kematian alu’ todolo[8] Toraja, walaupun seseorang sudah tidak bernafas dan jantung tidak berdetak lagi (hilangnya tanda-tanda kehidupan), belum dapat dianggap mati jikalau belum melakukan ritual kematian atau upacara alu’ rambu solo’[9]. Upacara ini memiliki banyak bentuk, dan dibedakan berdasarkan umur dan status sosial mendiang. Secara umum upacara tersebut dibagi  dalam empat kelompok[10], yaitu:
·         Aluk pia (upacara anak-anak), tingakat sederhana, tingkat menengah dan upacara tingkat tinggi.
·         Dipa sang Bongi (upacara to buda atau orang kebanyakan), tingkat sederhana, upacaranya hanya berlangsung satu malam.
·         Dibatang (upacara golongan orang merdeka dan bangsawan yang tidak mempunyai banyak harta) tingakt menengah, harus ada kerbau yang disembelih dan acara dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga malam.
·         Dirapa’i (upacara bangsawan dan kaya), tingkat tinggi, nelibatkan masyarakat secara luas dan dihadiri oleh ribuan orang.

Upacara alu’ rambu solo’ memiliki aturan yang baku, dan dilandasi dengan kepercayaan dan keyakinan kepada arwah para leluhur yang bisa dikategorikan warisan alu’ todolo atau biasa disebut alu’ sanda pitunna (7777777).[11] Pada prinsipnya aturan itu mencakup aspek-aspek tentang kehidupan manusia, aturan pemujaan kepada Puang Matua (sang Pencipta), aturan tentang bagaimana menyembah kepada sang pemelihara (kepada dewata-dewata), dan aturan tentang bagaimana menyembah atau pemujaan kepada leluhur sebagai pengawas dan pemberi berkat kepada turunannya.[12] Pemujaan kepada leluhur itulah yang dikenal dalam masyarakat Toraja, sebagai persembahan kepada arwah leluhur atau To Membali Puang (menjadi ilahi).[13]

2.         POTRET MANUSIA BERDASARKAN ALKITAB
            Setelah kita mengetahui konsep manusia dan kematian manusia Toraja, maka kita juga akan mencaritahu mengenai konsep manusia berdasarkan Alkitab. Hal ini perlu untuk dilakukan, agar kedudukan dari keduanya dapat dicapai dengan baik.
2.1.      Asal Manusia Alkitab
            Kej. 1:26,27 mengatakan, bahwa Tuhan Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya.[14] Berdasarkan pernyataan dalam Kej. 5:1; 9:6; Yak. 3:9 dan I Kor. 11:7, yang mengatakan bahwa manusia adalah gambar Allah, dan bahwa di lain pihak Ef. 4:24 dan Kol. 3:10 mengatakan, bahwa manusia berdosa perlu diperbaharui untuk menjadi segambar degan Allah.[15] Menurut H. Bavinck, menyebut gambar Allah yang masih dimiliki manusia setelah ia jatuh dalam dosa itu “ gambar Allah dalam arti yang lebih luas. Gambar Allah yang lebih luas atau yang umum adalah: pri kemanusiaan, yaitu keadaan manusia sebagai manusia, yang membedakan manusia dari pada binatang dan makhluk-makhluk lainnya, yaitu bahwa manusia memiliki akal-budi dan kehendak.
            Menurut Calvin, manusia yang tahu akan dirinya tidak dapat melepaskan pengetahuannya akan Allah.[16] Manusia adalah tselem[17] dan demuth[18] dari Allah, artinya hakikat manusia yang tidak dapat berubah tetapi sefatnya berubah-ubah[19]. Dengan ungkapan yang tegas ia mengatakan:
Man’s true knowledge of himself is reflexive of his
knowledge of God. He is made to know God, and to live
in dependence on God’s grace. Therefore, only when a
man so respond to the word of grace that he becomes
what be is made to be, can he begin to know his true nature.

Mengenai hubungan antara jiwa dan roh, Calvin tidak memberikan perbedaan yang jelas. Bahkan ia sendiri cenderung menyamakannya. Persepsinya diungkapkan sebagai berikut :
            spiritus and anima, are frequently used promiscue in the
            Holy Scripture. Often the soul is also called spirit, and...
            Spirit whwn occuring singly means the same as soul.
           
Ungkapan tersebut lebih menekankan sisi batiniah manusia, walau pergulatan yang terjadi pada diri manusia itu mengandung dosa. Posisi ini tidak dapat dilepaskan melalui Yesus sebagai bukti kasih Allah, mendamaikan manusia yang berdosa dengan Allah yang kudus. Demi kehidupan manusia yang lebih baik dan benar di hadapan Allah.
2.2.      Konsep Kehidupan Stelah Kematian Alkitab[20]
            Perjanjian Lama mengajarkan bahwa kehidupan setelah kematian itu ada. Dikatakan bahwa semua orang akan turun ke Syeol, dunia orang mati (Hades dalam Perjanjian Baru). Orang fisik, tentu saja, pergi ke situ (Mzm. 9:18; 31:18; 49:15; Yes. 5:14). Dikatakan bahwa Korah, Datan dan Abiram telah hidup-hidup ke Syeol (Bil. 16:33). Akan tetapi, orang-orang yang benar juga pergi ke situ (Ayb. 14:13; 17:16; Mzm. 6:6; 16:10; 88:4). Yakub menantikan saatnya dia bisa pergi ke anaknya Yusuf di Syeol (Kej. 37:35;). Raja Hizkia memandang kematian sebagai memasuki “pintu gerbang dunia orang mati [Syeol]” (Yes. 38:10). Pikiran pergi ke Syeol nampaknya juga terdapat di dalam ungkapan sering dipakai, yaitu “dikumpulkan kepada kaum leluhurnya” (Kej. 25:8, 17; 35:29; 49:33; Bil. 20:24; 27:13; Ul. 32:50; Hakim-Hakim 2:10).
            Juga dalam Perjanjian Baru, orang fasik dengan benar digambarkan sebagai turun ke Hades sebelum peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus. Orang kaya dalam perumpamaan Lazarus dikatakan pergi ke Hades (alam maut). Di Hades ia dan Lazarus dapat berbicara satu degan yang lain (Luk. 16:19-31). Yesus sendiri turun ke Hades (Kis 2:27, 31). Kristus kini memiliki kunci maut dan kerajaan maut (Hades) (Wahyu 1:18), dan pada suatu saat kelak keduanya akan menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya (Wahyu 20:13, 14). Istilah “Hades” (didunia orang mati, alam maut, kerajaan maut) dipakai sebanyak sepuluh kali dalam Perjanjian Baru (Mat. 11:23, 16:18; Luk. 10:15; 16:23; Kis. 2:27, 31; Why. 1:18; 6:8; 20:13, 14). Kedua kata ini, Syeol dalam Perjanjian Lama dan Hades dalam Perjanjian Baru, diakui oleh semua sarjana sebagai kata-kata yang tepat sama artinya.
            Jadi, kalau Alkitab mengajarkan bahwa ada kehidupan setelah kematian, apakah itu kehidupan secara sadar? Hanya penyataan illahi yang dapat menerangkan sifat sesungguhnya dari kehidupan setelah kematian.


DAFTAR PUSTAKA

Kobong Theodorus, 2008. INJIL dan TONGKONAN, Jakarta: Gunung Mulia.
Kabanga’Andarias, 2002. MANUSIA MATI Seutuhnya, Yogyakarta: Media Presindo.
Tulak Daniel, 1999. Amanah dan Pesan Leluhur Toraja, SULO Rantepao.
Natsir Sitonda Mohammad, 2007. TORAJA Warisan Dunia, Pustaka Refleksi.
Hadiwijono Harun, 2012. .Iman Kristen, Jakarta: Gunung Mulia.
Thiessen Henry. C, 2010. Teologi Sistematika, Gandum Mas.
Boland B. J, 2011. Intisari Iman Kristen, Jakarta: Gunung Mulia.



[1] Tominaa mempunyai peranan yang mirip imam dalam Perjanjian Lama, karena dialah yang memimpin ritus penyembahan kepada dewata, leluhur bahkan kepada yang dianggap Allah.
[2] Istilah Merok berasal dari kata rok= rauk yang artinya “tombak”. Merok adalah suatu pesta pengucapan syukur akbar kepada dewata dan Puang Matua. Dalam upacara tersebut kerbau dibantai, dan sebelum dibantai disucikan terlebih dahulu oleh tominaa dengan mempergunakan tombak. Kerbau adalah binatang yang tertinggi nilainya dalam hal pemberian persembahan kepada sang ilahi. Bdk. Theodorus Kobong, INJIL dan TONGKONAN, Jakarta: Gunung Mulia, 2008, hlm. 55.
[3] Lih: Andarias Kabanga’, MANUSIA MATI Seutuhnya, Yogyakarta: Media Presindo, 2002, hlm. 2-5.
[4] Ibid., hlm. 5. Menurut mitologi Toraja, ketika Puang Buralangi’ masih berada di langit, ia membuka pintu langit dan memandang ke bawah dan melihat bayangan manusia yaitu bayangan dirinya sendiri. Oleh karena itu ia turun ke bawah yakni ke bumi. Setelah tiba di bumi, Puang Buralangi’ kawin dengan seorang putri illahi yang berasal dari perut bumi namanya Kembong Bura. Lih: hlm. 46.
[5] Ibid., hlm. 5. Ada juga yang menyebut nama anak-anak Pong Mulatau dengan nama Puang Londong Dilangi’ dan Puang Londong Dirura. Lih: hlm. 46.
[6] Ibid., hlm. 5. Bambapuang adalah suaru kawasan yang terletak antara Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut masih ada sampai sekarang, yang terletak di pinggir jalan (sekitar Km 270) dari Ujung Pandang ke Tanah Toraja.
[7] Ibid., hlm. 5. Bdk. Daniel Tulak, Amanah dan Pesan Leluhur Toraja, SULO Rantepao, 1999, hlm. 1.
[8] Alu’ berarti keyakinan atau aturan; todolo berarti terdahulu, warisan leluhur, berarti keyakinan yang diterapkan secara turun-temurun. Penjelasan tersebut diartikan oleh penulis dengan bantuan dari rekan-rekan yang adalah orang Toraja sendiri.
[9] Alu’ rombo solo’ dalam bahasa Toraja, adalah Aluk Rampe Matampe’, yakni aluk berarti keyakinan, aturan; rampe berarti sebelah, bahagian; matampu’ berarti barat. Jadi Aluk Rampe Matampu’ berarti upacara yang dilakukan pada sebelah barat dari rumah atau tongkonan (Tongkonan, sebutan Rumah Adat di Tana Toraja) Lih: Mohammad Natsir Sitonda, TORAJA Warisan Dunia, Pustaka Refleksi, 2007, hlm. 47-48.
[10] Op.Cit., Manusia Mati Seutuhnya, hlm. 22-29.
[11] Lih. Op.Cit., Injil dan Tongkonan, hlm. 45. Bdk. Op.Cit., Amanah dan Pesan Leluhur Toraja, hlm. 41. Kedua buku ini memiliki kesamaan dalam menetapkan adanya angka tujuh yang berjumlah tujuh. Bdk. Op.Cit., TORAJA Warisan Dunia, hlm. 49. Hanya menggunakan empat angka tujuah.
[12] Op.Cit., TORAJA Warisan Dunia, hlm. 49.
[13] Lih. MANUSI MATI Seutuhnya, hlm. 35-36. Konsep inilah yang menjadi dasar keselamatan dalam alu’ todolo. Setelah jenazah seorang dimasukkan ke liang kubur, maka jiwa manusia akan beralih dari dunia ini menuju ke Puya. Sebenarnya Puya hanyalah terminal sementara bagi jiwa; karena jiwa dapat keluar dari Puya dan menuju ke asal nenek moyang  manusia, yakni langit. Langit adalah suatu tempat di atas bumi ini, yaitu tempat di mana Puang Matua dan dewata lain berkediaman.
[14] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2012, hlm. 189. Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan satu pasangan tunggal (Kej. 1:27, 28; 2:7, 22; 3:20; 9:19). Semua manusia merupakan keturunan dari orang tua yang sama dan memiliki watak yang sama. Lih. Henry. C. Thiessen, Teologi Sistematika, Gandum Mas, 2010, hlm. 241.
[15] Ibid., hlm. 190. Bdk. B. J. Boland, Intisari Iman Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2011, hlm. 25.
[16] Op.Cit., MANUSIA MATI Seutuhnya, hlm. 82.
[17] Tselem berarti ‘gambar’.
[18] Demuth berarti ‘rupa”.
[19] Lih. Iman Kristen, hlm. 190. Bdk. MANUSIA MATI Seutuhnya, hlm. 82.
[20] Pemaparan seluruhnya dalam bagian ini, penulis mengutip secara utuh. Lih. Op.Cit., Teologi Sistematika, hlm.590-592.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar