Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 13 April 2016

Eco-Theology

KESELARASAN MANUSIA DENGAN ALAM CIPTAAN ALLAH

Aku bergejolak, didasari oleh suatu kegelisahan sebagai anak manusia yang melihat alam ciptaan Allah dengan mata terbuka. Mencoba kembali ke-dunia lampau dimana alam begitu dihargai, terpelihara dan dapat menjadi puncak tertinggi untuk melihat keadaan dimasa kini dan akan datang. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki beragam etnis dan kebudayaan, sering kita menjumpai mitos – mitos di-beberapa daerah yang menjadikan alam (tumbuhan, hewan dan lingkungan hidup) sebagai sesuatu yang di-keramat-kan. Hal ini dilakukan bukan semata – mata didasari oleh pemahaman karena adanya roh yang mendiami, melainkan adanya kesadaran bahwa manusia harus hidup selaras dengan Alam ciptaan Allah.
             Secara Alkitabiah, manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara yang lainnya. Allah terlebih dahulu menciptakan tatanan yang sempurna, setelah itu menciptakan manusia untuk memelihara dan menguasai alam ciptaan Allah (Kej. 1:28). Proses penciptaan yang Allah lakukan menimbulkan pertanyaan yang kompleks, terkait keberadaan manusia di-zaman yang modern ini. Jikalau manusia adalah makhluk ciptaan yang paling mulia, apakah manusia mampu hidup tanpa tumbuhan, hewan dan lingkungan hidup? Sebaliknya, apakah tumbuhan, hewan, dan lingkungan hidup mampu hidup tanpa ada manusia diantaranya? Pertanyaan tersebut menggiring kearah suatu pemahaman, bahwa Alam ciptaan Allah dan manusia merupakan dua subyek yang saling mempengaruhi. Manusia memelihara alam dan alam memberikan kehidupan kepada manusia dan jikalau alam tidak dipelihara, maka hidup manusia juga tidak akan terpelihara dengan baik.
Suatu kenyataan yang tidak dapat terbantahkan pada dunia dewasa ini, dimana manusia berhadapan dengan dua paradoks yang saling mempengaruhi “krisis iman dan sains”. Banyak manusia tidak lagi beranggapan bahwa alam sebagai bagian dari hidupnya, sehingga harus dipelihara dengan baik. Kecenderungan manusia dewasa ini, memanfaatkan alam atau memeras kekayaan alam hanya untuk kelangsungan hidupnya (ekonomi atau material) tanpa mempertimbangkan bagaimana pemeliharaan alam. Sehingga, bukan suatu hal yang baru ketika dunia sekarang dilanda krisis ekologi global.
Bertitik tolak dari pandangan Kristen, adanya diskontinuitas (ketidak berlangsungan) yang terjadi antara Allah dan alam. Pencipta tidak dianggap tercampur-baur dalam ciptaan, karenanya alam dianggap tidak ilahi atau keramat, alam dapat ditaklukkan dan dipelajari oleh manusia. Walaupun alam tidak keramat, tetapi alam itu suci dalam arti bahwa alam menunjukkan Allah dan penuh dengan kemuliaan Allah.
“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya”
(Mzm. 19:2).
Pandangan Kristen melihat manusia sebagai bagian dari alam, tetapi juga menekankan perbedaan manusia dengan alam dan pada satu segi manusia itu sebagian dari ciptaan Tuhan. Seperti makhluk yang lain ia harus takluk pada hukum-hukum alam, ia harus makan, minum dan tidur. Alkitab berkata bahwa, “Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah” (Kej. 2:7), seperti ia juga “membentuk udara” (Kej. 2:19). Manusia adalah satu dengan tanah dan satu dengan makhluk-makhluk yang lain.
Perubahan zaman yang terjadi ternyata, mempengaruhi pandangan dan pemaknaan manusia mengenai alam ciptaan Allah. Manusia mulai meninggalkan pemahaman-pemahaman tradisional (mitos) yang dianggap kurang memberikan kontribusi yang besar, sehingga manusia mengolah ilmu pengetahuan dan menghasilkan berbagai jenis teknologi yang bertujuan untuk pemanfaatan alam yang lebih baik (kemajuan). Manusia modern tidak hanya mempertahankan diri terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi; ia juga berusaha mencetuskan dan menguasai perubahan-perubahan, usahanya tidak defensif tetapi inovatif. Pemberdayaan yang dilakukan manusia merupakan suatu upaya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, namun tanpa pemeliharaan bagaimana mungkin kehidupan akan menjadi lebih baik.
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa alam memberikan kehidupan kepada manusia dan manusia memelihara serta mengusahakan-nya. Ketika manusia mampu menciptakan kestabilan alam, maka akan membawa kebaikan bagi kehidupan manusia. Manusia akan terlepas dari krisis ekologi global dan alam akan memberikan kontribusi yang luar biasa bagi kehidupan manusia yang merupakan ciptaan Allah yang paling mulia.

Cintailah ciptaan Allah yang lain seperti kita mencintai pencipta-Nya, karena sang pencipta akan murka ketika hasil ciptaan-Nya diperlakukan sewenang–wenang

BUKU LITERATUR
-          Alkitab. 2007. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
-          Brownlee, Malcolm. 1987. Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-          Joni Ulu, Melky. 2010. Teologi & Etika sederhana tentang kita. Pustaka Refleksi.
Soetomo, Greg. 1995. Sains & Problem Ketuhanan. Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar