
KESELARASAN
MANUSIA DENGAN ALAM CIPTAAN ALLAH
Aku bergejolak, didasari oleh
suatu kegelisahan sebagai anak manusia yang melihat alam ciptaan
Allah dengan mata terbuka. Mencoba kembali ke-dunia lampau dimana alam begitu dihargai, terpelihara dan dapat menjadi puncak tertinggi untuk melihat keadaan dimasa kini dan akan datang. Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki beragam etnis dan kebudayaan, sering
kita menjumpai mitos – mitos di-beberapa daerah yang menjadikan alam (tumbuhan, hewan dan lingkungan
hidup) sebagai sesuatu yang di-keramat-kan. Hal ini dilakukan bukan semata – mata
didasari oleh pemahaman karena adanya roh yang mendiami, melainkan adanya
kesadaran bahwa manusia harus hidup selaras dengan Alam ciptaan Allah.
Secara Alkitabiah, manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang paling mulia diantara yang lainnya. Allah terlebih dahulu
menciptakan tatanan yang sempurna, setelah itu menciptakan manusia untuk
memelihara dan menguasai alam ciptaan Allah (Kej. 1:28). Proses
penciptaan yang Allah lakukan menimbulkan pertanyaan yang kompleks, terkait
keberadaan manusia di-zaman yang modern ini. Jikalau manusia adalah makhluk
ciptaan yang paling mulia, apakah manusia mampu hidup tanpa
tumbuhan, hewan dan lingkungan hidup? Sebaliknya,
apakah tumbuhan, hewan, dan
lingkungan hidup mampu hidup tanpa ada manusia diantaranya? Pertanyaan tersebut
menggiring kearah suatu pemahaman,
bahwa Alam ciptaan Allah dan manusia merupakan dua subyek yang saling
mempengaruhi. Manusia
memelihara alam dan alam memberikan kehidupan kepada manusia dan jikalau alam
tidak dipelihara, maka hidup manusia juga tidak akan terpelihara dengan baik.
Suatu kenyataan yang
tidak dapat terbantahkan
pada dunia dewasa ini, dimana manusia berhadapan dengan dua paradoks yang
saling mempengaruhi “krisis iman dan sains”. Banyak manusia tidak lagi
beranggapan bahwa alam sebagai bagian dari hidupnya, sehingga harus dipelihara
dengan baik. Kecenderungan manusia dewasa ini, memanfaatkan
alam atau memeras kekayaan alam hanya untuk kelangsungan hidupnya
(ekonomi atau material) tanpa
mempertimbangkan bagaimana pemeliharaan alam. Sehingga, bukan suatu hal yang
baru ketika dunia sekarang dilanda krisis ekologi global.
Bertitik tolak dari pandangan Kristen, adanya diskontinuitas
(ketidak berlangsungan) yang terjadi
antara Allah dan alam. Pencipta tidak dianggap tercampur-baur dalam ciptaan, karenanya alam dianggap tidak ilahi atau
keramat, alam dapat ditaklukkan
dan dipelajari oleh manusia. Walaupun alam tidak keramat, tetapi alam itu suci
dalam arti bahwa alam menunjukkan Allah
dan penuh dengan kemuliaan Allah.
“Langit
menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya”
(Mzm.
19:2).
Pandangan
Kristen melihat manusia sebagai bagian dari alam, tetapi juga menekankan perbedaan manusia
dengan alam dan pada
satu segi manusia itu sebagian dari ciptaan Tuhan. Seperti makhluk yang lain ia
harus takluk pada hukum-hukum alam,
ia harus makan, minum
dan tidur. Alkitab berkata bahwa, “Tuhan Allah membentuk manusia dari debu
tanah” (Kej. 2:7), seperti ia juga “membentuk udara” (Kej. 2:19). Manusia
adalah satu dengan tanah dan satu dengan makhluk-makhluk yang lain.
Perubahan zaman yang terjadi ternyata, mempengaruhi pandangan
dan pemaknaan manusia mengenai alam ciptaan Allah. Manusia mulai meninggalkan
pemahaman-pemahaman tradisional
(mitos) yang dianggap kurang
memberikan kontribusi yang besar, sehingga manusia mengolah ilmu pengetahuan
dan menghasilkan berbagai jenis teknologi yang bertujuan untuk pemanfaatan alam
yang lebih baik (kemajuan). Manusia modern tidak hanya mempertahankan diri
terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi; ia juga berusaha mencetuskan
dan menguasai perubahan-perubahan, usahanya tidak defensif tetapi inovatif. Pemberdayaan yang
dilakukan manusia merupakan suatu upaya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan,
namun tanpa pemeliharaan bagaimana mungkin kehidupan akan menjadi lebih baik.
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa
alam memberikan kehidupan kepada manusia dan manusia memelihara serta
mengusahakan-nya. Ketika manusia mampu menciptakan kestabilan alam, maka akan
membawa kebaikan bagi kehidupan manusia. Manusia akan terlepas dari krisis
ekologi global dan alam akan
memberikan kontribusi yang luar biasa bagi
kehidupan manusia yang merupakan ciptaan Allah yang
paling mulia.
“Cintailah ciptaan Allah
yang lain seperti kita mencintai pencipta-Nya,
karena sang pencipta akan murka ketika hasil ciptaan-Nya diperlakukan
sewenang–wenang”
BUKU LITERATUR
-
Alkitab. 2007. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
-
Brownlee, Malcolm. 1987. Tugas
Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Joni Ulu, Melky. 2010. Teologi
& Etika sederhana tentang kita.
Pustaka Refleksi.
Soetomo, Greg. 1995. Sains & Problem Ketuhanan. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar