MANUSIA MATI SEUTUHNYA
I. POTRET
MANUSIA TORAJA
Sebelum
melakukan pengkajian lebih mendalam lagi terkait tema yang akan dibahas, maka
perlu kita mengetahui terlebih dahulu historis dan konteks masyarakat Toraja
yang menajadi objek pembahasan. Untuk itu dalam poin ini, saya akan
memaparkannya secara umum.
I.1. Asal Manusia Toraja
Berdasarkan
sumber bacaan yang ada, ada beberapa persamaan dan perbedaan mengenai asal
manusia Toraja. Saya tertarik dengan buku ‘Manusia Mati Seutuhnya’, yang
ditulis Andarias Kabanga’, beliau memulainya dengan menelusuri karya sastra
Toraja mengenai asal manusia yang sering disinggung oleh tominaa dalam
upacara merok,
yaitu suatu upacara pengucapan syukur.
Kata – kata yang biasa diungkapkan adalah sebagai berikut:
Umbalianganmi batu ba’tangna Puang Matua lan
tangana langi’ sola Arrang Dibatu, umbi’bi’mi
karangan inaanna to Kaubanan sola Sulo Tarongko
Malia’ lan una’na to paonganan.
Digaragammi kurin-kurin batu bulaan tasak,
ditampami gusi malia’ nane’ tang karauan.
Dipabendanmi sauan sibarrung lan tangngana langi’
Dipatunannangmi suling pada dua lan masuanggana to
Paonganan.
Dibolloan barra’mi bulaan matasak tama sauan
sibarrung,
dibuka amborammi nane’ tang karauan tama suling pada
dua.
Dadimi to sanda karua lanmai sauan sibarrung,
anakna sauan sibarrung takkomi to ganna’
bilanganna lanmi suling pada dua, bungsonna suling pada
dua.
Didandan bulaanmi to sanda karua dio salianna sauan
sibarrung dibato’ batan-batanmi to ganna bilanganna
lanmai suling pada dua, bungsonna suling pada dua.
Kasallemi to sanda karua, lobo’ garaganna to ganna’
bilanganna. Apa nene’ta manna Datu Lauku’
Ma’rupa tau.
Pada umposangami sanganna to sanda karua,
Pada umpopa’gantimi pa’gantiananna to ganna’
bilanganna.
Disangami Datu Laukku’, diganti Datu baine,
Disangami Allo tiranda, nene’ne ipo.
Disangami laungku, nene’na kapa’ disangami Pong
pirik-pirik, nene’na uruan.
Disangami Menturiri, nene’na manuk, disangami
Manturiri, nene’na tedong.
Disangami Riako’, nene’na bassi,
Disangami Takkebuku, nene’na bo’bo’.
Artinya:
Konon,
berpikir-pikirlah Puang Matua bersama
Arrang
Dibatu di tengah langit, berangan-
anganlah
to Kaubanan bersama Sulo Tarongko
Malia
di Cakrawala.
Dibentuklah
emas menyerupai belanga,
Ditempahlah
lempengan berlian murni tanpa
Campuran
lain.
Maka
didirikanlah puputan kembar di tengah la-
ngit,
Dibangunlah
seruling kembar di tempat pelindung bumi.
Maka
dimasukkanlah emas tulen kedalam pupu-
tan kembar,
Dihambur
benihlah permata murni ke dalam se-
ruling ganda.
Lahirlah delapan
bersaudara dari puputan kem-
Bar, anak
perempuan kembar, keluarlah (8 mak-
hluk) bilangan genap di samping seruling ganda yang keluar
dari seruling
ganda.
Maka
bertumbuhlah delapan bersaudara, semakin
besarlah
(makhluk) bilangan genap mendapat
gelar.
Masing-masing
delapan bersaudara memperoleh
namanya,
tiap-tiap (makhluk) bilangan genap
mendapat gelar.
Leluhur manusia
dinamai Datu Laukku’, digelar
Datu Baine,
Leluhur ipuh
dinamai Pong Pirik-Pirik.
Leluhur kapas
dinamai Laungku,
Leluhur hujan
dinamai Pong Pirik-Pirik.
Leluhurnya ayam
dinamai Menturiri, leluhur kerbau
dinamai
Manturiri.
Maka leluhur
besi dinamai Riako’, leluhurnya pada di-
namai Takkebuku.
Dalam
mitologi Toraja, keturunan Datu Laukku’ adalah yang pertama kali turun ke bumi,
namanya Puang Buralangi’.
Setelah mendiami bumi, dari keluarga Pong Mulatau, lahirlah Londong Dilangi’
dan Londong Dirura. Tempat
bermukimnya manusia dari langit tercebut adalah di Bambapuang.
Lama-kelamaan manusia yang berkembang di Rura menjadi semakin banyak.
Gelar
leluhur Toraja disebut dengan gelar To
Manurun di langi To Bu’tu ri Uai na To sae dio mai Engkokna padang dengan
silsilah:
Puang Bura Langi
|
Kombong di Bura
|
Pong Mula Tau
|
Sanda Bilik
|
Londong di Rura
|
Sa’pang ri Bamban
|
Londong di Langi’
|
Tumba’ Rangga Tana
|
I.2.
Konsep Kematian Manusia Toraja
Menurut
konsep kematian alu’ todolo
Toraja, walaupun seseorang sudah tidak bernafas dan jantung tidak berdetak lagi
(hilangnya tanda-tanda kehidupan), belum dapat dianggap mati jikalau belum
melakukan ritual kematian atau upacara alu’
rambu solo’.
Upacara ini memiliki banyak bentuk, dan dibedakan berdasarkan umur dan status
sosial mendiang. Secara umum upacara tersebut dibagi dalam empat kelompok,
yaitu:
·
Aluk
pia
(upacara anak-anak), tingakat sederhana, tingkat menengah dan upacara tingkat
tinggi.
·
Dipa
sang Bongi (upacara to buda atau orang kebanyakan), tingkat
sederhana, upacaranya hanya berlangsung satu malam.
·
Dibatang
(upacara golongan orang merdeka dan bangsawan yang tidak mempunyai banyak
harta) tingakt menengah, harus ada kerbau yang disembelih dan acara
dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga malam.
·
Dirapa’i
(upacara bangsawan dan kaya), tingkat tinggi, nelibatkan masyarakat secara luas
dan dihadiri oleh ribuan orang.
Upacara
alu’ rambu solo’ memiliki aturan yang baku, dan dilandasi dengan kepercayaan
dan keyakinan kepada arwah para leluhur yang bisa dikategorikan warisan alu’ todolo atau biasa disebut alu’ sanda pitunna (7777777).
Pada prinsipnya aturan itu mencakup aspek-aspek tentang kehidupan manusia,
aturan pemujaan kepada Puang Matua (sang Pencipta), aturan tentang bagaimana
menyembah kepada sang pemelihara (kepada dewata-dewata), dan aturan tentang
bagaimana menyembah atau pemujaan kepada leluhur sebagai pengawas dan pemberi
berkat kepada turunannya.
Pemujaan kepada leluhur itulah yang dikenal dalam masyarakat Toraja, sebagai
persembahan kepada arwah leluhur atau To Membali Puang (menjadi ilahi).
2.
POTRET MANUSIA BERDASARKAN ALKITAB
Setelah
kita mengetahui konsep manusia dan kematian manusia Toraja, maka kita juga akan
mencaritahu mengenai konsep manusia berdasarkan Alkitab. Hal ini perlu untuk
dilakukan, agar kedudukan dari keduanya dapat dicapai dengan baik.
2.1. Asal Manusia Alkitab
Kej. 1:26,27 mengatakan, bahwa Tuhan
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya.
Berdasarkan pernyataan dalam Kej. 5:1; 9:6; Yak. 3:9 dan I Kor. 11:7, yang
mengatakan bahwa manusia adalah gambar Allah, dan bahwa di lain pihak Ef. 4:24
dan Kol. 3:10 mengatakan, bahwa manusia berdosa perlu diperbaharui untuk
menjadi segambar degan Allah.
Menurut H. Bavinck, menyebut gambar Allah yang masih dimiliki manusia setelah
ia jatuh dalam dosa itu “ gambar Allah dalam arti yang lebih luas. Gambar Allah
yang lebih luas atau yang umum adalah: pri kemanusiaan, yaitu keadaan manusia
sebagai manusia, yang membedakan manusia dari pada binatang dan makhluk-makhluk
lainnya, yaitu bahwa manusia memiliki akal-budi dan kehendak.
Menurut Calvin, manusia yang tahu
akan dirinya tidak dapat melepaskan pengetahuannya akan Allah.
Manusia adalah tselem
dan demuth dari
Allah, artinya hakikat manusia yang tidak dapat berubah tetapi sefatnya
berubah-ubah. Dengan
ungkapan yang tegas ia mengatakan:
Man’s true
knowledge of himself is reflexive of his
knowledge of
God. He is made to know God, and to live
in dependence on
God’s grace. Therefore, only when a
man so respond
to the word of grace that he becomes
what be is made
to be, can he begin to know his true nature.
Mengenai
hubungan antara jiwa dan roh, Calvin tidak memberikan perbedaan yang jelas.
Bahkan ia sendiri cenderung menyamakannya. Persepsinya diungkapkan sebagai
berikut :
spiritus
and anima, are frequently used promiscue in the
Holy
Scripture. Often the soul is also called spirit, and...
Spirit
whwn occuring singly means the same as soul.
Ungkapan
tersebut lebih menekankan sisi batiniah manusia, walau pergulatan yang terjadi
pada diri manusia itu mengandung dosa. Posisi ini tidak dapat dilepaskan
melalui Yesus sebagai bukti kasih Allah, mendamaikan manusia yang berdosa
dengan Allah yang kudus. Demi kehidupan manusia yang lebih baik dan benar di
hadapan Allah.
2.2. Konsep Kehidupan Stelah Kematian Alkitab
Perjanjian Lama mengajarkan bahwa
kehidupan setelah kematian itu ada. Dikatakan bahwa semua orang akan turun ke
Syeol, dunia orang mati (Hades dalam Perjanjian Baru). Orang fisik, tentu saja,
pergi ke situ (Mzm. 9:18; 31:18; 49:15; Yes. 5:14). Dikatakan bahwa Korah,
Datan dan Abiram telah hidup-hidup ke Syeol (Bil. 16:33). Akan tetapi,
orang-orang yang benar juga pergi ke situ (Ayb. 14:13; 17:16; Mzm. 6:6; 16:10;
88:4). Yakub menantikan saatnya dia bisa pergi ke anaknya Yusuf di Syeol (Kej.
37:35;). Raja Hizkia memandang kematian sebagai memasuki “pintu gerbang dunia
orang mati [Syeol]” (Yes. 38:10). Pikiran pergi ke Syeol nampaknya juga terdapat
di dalam ungkapan sering dipakai, yaitu “dikumpulkan kepada kaum leluhurnya”
(Kej. 25:8, 17; 35:29; 49:33; Bil. 20:24; 27:13; Ul. 32:50; Hakim-Hakim 2:10).
Juga dalam Perjanjian Baru, orang
fasik dengan benar digambarkan sebagai turun ke Hades sebelum peristiwa
kebangkitan Tuhan Yesus. Orang kaya dalam perumpamaan Lazarus dikatakan pergi
ke Hades (alam maut). Di Hades ia dan Lazarus dapat berbicara satu degan yang
lain (Luk. 16:19-31). Yesus sendiri turun ke Hades (Kis 2:27, 31). Kristus kini
memiliki kunci maut dan kerajaan maut (Hades) (Wahyu 1:18), dan pada suatu saat
kelak keduanya akan menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya (Wahyu
20:13, 14). Istilah “Hades” (didunia orang mati, alam maut, kerajaan maut)
dipakai sebanyak sepuluh kali dalam Perjanjian Baru (Mat. 11:23, 16:18; Luk.
10:15; 16:23; Kis. 2:27, 31; Why. 1:18; 6:8; 20:13, 14). Kedua kata ini, Syeol
dalam Perjanjian Lama dan Hades dalam Perjanjian Baru, diakui oleh semua
sarjana sebagai kata-kata yang tepat sama artinya.
Jadi, kalau Alkitab mengajarkan
bahwa ada kehidupan setelah kematian, apakah itu kehidupan secara sadar? Hanya
penyataan illahi yang dapat menerangkan sifat sesungguhnya dari kehidupan setelah
kematian.
DAFTAR
PUSTAKA
Kobong Theodorus, 2008. INJIL dan TONGKONAN, Jakarta: Gunung Mulia.
Kabanga’Andarias,
2002. MANUSIA MATI Seutuhnya,
Yogyakarta: Media Presindo.
Tulak
Daniel, 1999. Amanah dan Pesan Leluhur
Toraja, SULO Rantepao.
Natsir
Sitonda Mohammad, 2007. TORAJA Warisan
Dunia, Pustaka Refleksi.
Boland
B. J, 2011. Intisari Iman Kristen,
Jakarta: Gunung Mulia.